Kiamat,
banyak yang mengartikan akhir dari segalanya. Padahal jika ditilik dari akar katanya yang berasal dari bahasa Arab, kiamat berarti kebangkitan, yaitu saat umat manusia dibangkitkan kembali dari kematian untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan mereka di dunia. Kiamat, di agama Islam, memiliki banyak nama, antar lain Hari Pembalasan, Hari Perhitungan, Hari yang Dijanjikan, Hari Penentuan, dan beberapa istilah lain.
(Diambil dari Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 8 (K-Kiwi), PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1990, halaman 464, entri Kiamat).
Sedangkan kutipan dari buku Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World (terjemahan Indonesia berjudul Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk – diterbitkan oleh Serambi) karangan Karen Armstrong, pada menu khusus Glosarium di halaman 828 pada entri Apokalips, adalah sebagai berikut:
Apokalips, (bahasa Yunani: revelasi, pengungkapan). Ketiga agama telah mengembangkan sebuah tradisi apokaliptis, berhubungan dengan berbagai peristiwa yang akan muncul di akhir zaman, ketika kekuasaan dan keadilan Tuhan akhirnya akan terungkapkan. Pada setiap tradisi, kota Yerusalem memainkan peranan penting. Dalam tulisan apokaliptis Yahudi, Mesiah akan muncul di Bukit Zaitun untuk betempur dalam sebuah perang dahsyat dengan musuh-musuh orang Yahudi. Sesudah itu, ia akan berjaya dari Yerusalem serta akan membawa kedamaian ke seluruh dunia. Bangsa-bangsa non-Yahudi akan memberi penghormatan pada umat pilihan Tuhan ini. Dalam ajaran Kristen, Anti-Kristus akan dinobatkan di Kuil, akan memerangi kaum Kristen di sana, lalu Yerusalem Baru akan turun dari langit, menghantarkan sebuah tata dunia baru, dunia yang tiada penderitaan dan ketidakadilan lagi. Dalam Islam, Pengadilan Terakhir Tuhan akhirnya akan menghukum para pelaku kejahatan dan Islam akan berjaya di atas dunia. Muhammad akan turun dari langit di Bukit Zaitun dan memimpin kaum beriman memasuki kota suci, berjalan di atas sebulah pedang raksasa yang menjadi jembatan, dan Nabi Yesus akan turun dari langit menuju Masjid Agung Damaskus. Ketiga tradisi ini menggambarkan sebuah kemenangan puncak dunia bagi agama sejati.
Begitulah yang tertulis di glosarium bukunya Karen Armstrong. Mungkin – menurut pendapatku – ada yang perlu diralat:
1. Bagian “Muhammad akan turun dari langit…”
Mungkin yang dimaksud bukan Muhammad sang Nabi, melainkan Muhammad si Imam Mahdi karena nama Imam Mahdi sama seperti nama Rasulullah. Jika memang Muhammad yang dimaksud adalah Imam Mahdi, berarti relefan dengan ramalan tentang Imam Mahdi yang menyebutkan bahwa Imam Mahdi kelak akan memimpin umat memasuki Yerusalem. Lihat bagian “…dan memimpin kaum beriman memasuki kota suci…”
2. Bagian “Nabi Yesus akan…”
Menurutku hanya berbeda penulisan, harusnya ditulis “Nabi Isa”. Tapi aku khawatir akan beda pemahaman nantinya jika tidak dijelaskan lagi. Bagiku, Nabi Isa dan Nabi Yesus adalah sama. Hanya perbedaan nama seperti banana dan pisang, kuda dan jaran, devil dan diablo, atau malam dan night. Soal kebenaran akan penyalibannya, itu tidak akan kubahas di sini supaya masalah yang sedang ingin kubahas tidak melebar. Yang jelas aku termasuk orang yang meyakini bahwa Nabi Isa tidak disalib.
Begitulah, sedikit tentang kiamat, yang ternyata tidak hanya diyakini oleh Islam-Kristen-Yahudi saja. Suku Norse ternyata juga mempercayainya. Mereka menyebutnya Ragnarok.
Ragnarok secara literatur artinya “penentuan dari pada dewa”. Gabungan dari kata “ragna” (bentuk jamak dari “regin”) yang berarti “dewa”, dan kata “rok” yang berarti “takdir”. Menurut kamus Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary keluaran Zane Publishing Inc. and Merriam-Webster Incorporated yang ada di komputerku, Ragnarok berarti “The final destruction of the world in the conflict between the Aesir and the powers of Hel led by Loki — called also Twilight of the Gods”.
Aesir adalah julukan untuk dewa utama, kalau tidak salah dewa utama itu bernama Odin. Lalu ada dewi yang bernama Hel, seorang dewi kematian yang menguasai underworld. Lalu ada Loki, dewa yang – sebut saja – pengkhianat, karena berpihak ke Hel dan berbalik melawan teman-teman dewanya (Odin, Thor, dll).
Dalam tradisi suku Norse, Ragnarok adalah akhir dari dunia manusia karena perseteruan antara Aesir (dewa utama - Odin) dan pasukan underworld (pasukan pemberian dari dewi Hel) yang dipimpin oleh Loki. Kurang lebih seperti itulah kepercayaan kiamat dalam suku Norse.
Terlepas dari mana yang benar dari beberapa teori apokaliptik yang kutulis di sini dan beberapa teori apokaliptik lain yang belum kuketahui. Arti kata “kiamat”, seperti yang lumrah dipahami, adalah “akhir dari zaman (peradaban manusia)”. Aku juga mengajak pembaca non Islam untuk – sementara – menggunakan teori apokaliptik versi Islam. Tujuannya bukan untuk menggoyahkan iman kalian apalagi Islamisasi, tapi hanya untuk membentuk konsensus agar pembahasan ini bisa jelas dipahami maksudnya, yaitu untuk mencegah hari kiamat. Bisakah?
Informasi tentang kiamat yang tentang tanda-tanda kiamat, yang pernah ku dengar:
I. Bumi sudah senja
Nabi Muhammad pernah ditanya tentang kapan datangnya kiamat. Beliau menjawab bahwa bumi sudah senja. Kalau pada zaman Nabi Muhammad (sekitar tahun 600an Masehi) bumi dianggap sudah senja, lalu sekarang (tahun 2008 Masehi) dianggap apa?
Sebenarnya, dalam satu hari (24 jam) kapankah saat yang paling tepat untuk disebut senja? Apakah senja itu sama seperti waktunya matahari terbenam? Ketika kubaca kamus, senja berarti twilight, yaitu cahaya yang ada di langit, yang muncul di antara malam dan matahari terbenam, terbentuk akibat difusi sinar matahari yang menembus atmosfir dan debu. Jika terjadi di antara malam dan matahari terbit, twilight diartikan fajar.
Jadi jika dianalogikan dengan jam, senja kira-kira muncul pukul 17:30 sampai 19:00. Jika pengertian senja ini dihubungkan dengan sabda Nabi Muhammad SAW, berarti bumi pada masa beliau kira-kira sudah berada di pukul 17:30 sampai 19:00. Kalau begitu tahun 2008 ini kira-kira sudah sampai di pukul berapa?
Masih dengan patokan sabda Nabi Muhammad SAW, lalu pada “pukul berapa”-kah kiamat terjadi? Apakah ketika “bumi sudah tengah malam” ? Ataukah ketika bumi sudah berada di “sepertiga malam terakhir” ?
II. Matahari berjarak satu jengkal dari kepala
Waktu aku kecil aku memahami ini apa adanya. Terlalu naif dan terlalu imajinatif, bahwa matahari akan benar-benar berada di atas kepala kita. Dulu tak pernah terpikir olehku bahwa matahari yang berjarak seperti sekarang saja panasnya bukan main, apalagi hanya satu jengkal. Tapi aku punya pembelaan akan pemahaman naif masa kecilku ini: dengan dekatnya matahari di kepala kita, bumi jadi hancur terbakar. Bumi hancur berarti kiamat. (Ini juga naif sih).
Mungkin maksud dari “matahari berjarak satu jengkal dari kepala”. Yaitu pemanasan global. Dimana sinar matahari di belahan dunia manapun terasa sangat panas. Satu tanda kedatangan kiamat terbukti benar.
III. Wanita lebih banyak dari laki-laki
Tanda kiamat ini bisa dipahami seperti yang tertulis. Mungkin memang benar demikian. Tapi bisa jadi tanda kiamat ini berupa isyarat yang harus dicerna sebelum dipahami.
Tayangan televisi juga menceritakan tentang perdagangan seks. Dulu yang terdengar hanya kaum pria yang mendominasi bidang ini dengan menjadikan perempuan sebagai komoditasnya. Sekarang sudah lumrah bagi perempuan untuk mengkonsumsi jasa prostitusi dari gigolo. Ini juga membuktikan perempuan sudah dominan.
Keberadaan wanita yang lebih banyak dari laki-laki akan membuat wanita menjadi lebih berperan.
IV. Matahari terbit dari barat
Sama seperti no 2, waktu kecil aku naif memahami tanda ini. Kupikir matahari akan benar-benar terbit di barat. Setelah dewasa, pemahaman ini tidak hilang dan tergantikan, tapi justru mendapatkan saingan. Maksudku, bisa jadi tanda “matahari terbit dari barat” ini berarti denotatif, atau juga bisa jadi konotatif.
a. Denotatif (sebenarnya)
Dalam tayangan di salah satu saluran dokumenter , waktu itu pernah dijelaskan tentang fenomena kiamat menurut sains. Tim dokumenter itu juga mendapat referensi bahwa salah satu tanda kiamat adalah terbitnya matahari dari barat. Kemudian tim dokumenter itu mengklarifikasi kemungkinan terjadinya fenomenda tersebut, ke para saintis, khususnya yang berhubugan dengan perbintangan dan alam semesta. Rupanya fenomena ini bisa benar-benar terjadi, dan menurut ramalan (baca: perhitungan) sains memang akan terjadi demikian. Aku lupa detil penjelasannya. Tapi menurut tayangan itu, bahwa kelak bumi ini akan mengalami suatu keadaan yang mengakibatkan matahari akan tampak seperti terbit dari barat. Sebenarnya matahari tetap terbit dari timur. Yang kelihatan di barat hanya bayangannya. Bumi akan seperti punya dua matahari karena di luar angkasa terjadi sesuatu – mungkin semacam badai elektromagnetik atau apalah – sehingga terjadi pemantulan atau semacamnya, jadi matahari selain terbit di timur juga terlihat seperti terbit di barat.
Di internet sendiri ada penjelasan yang senada. Bahwa ada Planet X yang mendekati matahari. Planet X adalah planet ke-10, walau kabar sains terbaru mengatakan Pluto (planet ke-9) sudah “dicopot” jabatannya sebagai planet. Terlepas dari planet keberapakah Planet X itu, dampak keberadaannya cukup besar bagi bumi. Kalau tidak salah Planet X akan (juga) memantulkan cahaya matahari apalagi kalau posisinya di orbit sudah dekat dengan bumi. Dengan begitu, bisa jadi matahari akan tampak seperti ada dua. Yang satu (asli) tetap terbit di timur, yang satu lagi (Planet X) terbit di barat. Nah, Planet X yang terbit di barat inilah maksud dari “matahari terbit di barat”
b. Konotatif (perumpamaan)
Matahari adalah sumber kehidupan. Setidaknya ungkapan tersebut diterima oleh banyak orang karena memang sebagian besar kehidupan bergantung pada matahari. Kalau begitu bisa kiranya ungkapan “matahari terbit dari timur” diartikan sebagai “kehidupan berasal dari timur.” Yang bisa dikembangkan lagi menjadi “kebudayaan datang dari timur”, atau “timur adalah kiblat kehidupan”.
Nyatanya memang demikian. Dahulu kala, pusat kebudayaan adalah bumi bagian timur. Ini bisa ditelusuri dari sejarah bangsa-bangsa timur seperti Mesir, Mesopotamia, India. Atau lebih ke timur lagi seperti Cina dan Jepang. Atau ke timur lagi sampai mentok ke induk peradaban: Indonesia alias Atlantis/Atalaya (merujuk ke Prof Arysio Nunos de Santos – www.atlan.org ).
Tapi sekarang, kiblat kehidupan sudah berganti arah menjadi ke barat. Entah atas alasan apa budaya pop barat banyak digandrungi. Perekonomian juga mengarah ke barat. Apalagi teknologi dan militer. Hegemoni barat begitu kuat di dunia timur. Akhirnya, tanda akhir zaman “matahari terbit dari barat” bisa dianalogikan seperti itu.
KESIMPULAN
Dari contoh-contoh analogi tentang tanda-tanda kiamat tersebut, bisakah kita mencegah datangnya kiamat? Dengan cara memperbaiki, menghilangkan, mengembalikan tanda-tanda kiamat, mungkin?
Seperti mengembalikan iklim ke semula. Mengurangi kadar pemanasan global, mungkin dengan reboisasi, pengutamaan penggunaan kendaraan umum dibanding kendaraan pribadi untuk mengurangi polusi kendaraan, pengolahan limbah, penghijauan pekarangan rumah, dan lainnya. Bukankah lebih menyenangkan kalau musim hujan kembali terjadi di bulan September sampai Pebruari, dan sisanya musim kemarau? Kalau musim hujan kembali normal, panen pertanian dan perkebunan akan bisa diprediksi dan diatur. Ini berarti ada persediaan makanan untuk musim kemarau. Manusia tidak lagi menyalahkan alam atas kegagalan panen.
Mungkin juga dengan memberi pandangan pada setiap partisan konsep emansipasi, bahwa konsep tersebut salah. Agar hanya pria yang menjadi pemimpin di segala bidang. Hanya pria yang bekerja mencari nafkah – toh kalau karyawan perempuan banyak yang dirumahkan berarti lapangan pekerjaan (untuk laki-laki) kembali terbuka, karena masih lekat di budaya kita bahwa pria/suami/bapak-lah yang memberi nafkah walaupun wanita/istri/ibu juga bekerja. (Kalau begini upah yang didapat oleh wanita dipakai untuk apa? Untuk rebonding rambut atau meni-pedi? Kenapa tidak untuk menambah penghasilan keluarga?).
Kemudian mengenai “arah terbit matahari”, jangan lagi berkiblat ke barat dan segera kembalikan ke timur. Toh budaya timur jelas-jelas lebih bermutu dan berfilosofi kuat dibanding budaya barat yang asal goblek – meminjam istilah orang betawi.
Mungkin dengan cara-cara ini kita bisa mencegah datangnya akhir zaman. Kalau memang kita sudah diberitahu tentang kedatangannya kenapa tidak kita hindari atau kita atasi saja?
Khusus untuk orang-orang yang “gemar” menelan dogma “kiamat adalah suatu keharusan”. Bagaimana jika Tuhan memberitahu kita (memberi kita pandangan) bahwa jika kita melakukan pemanasan global, membiarkan wanita dominan, menjadikan barat sebagai kiblat, dan tanda-tanda lainnya, maka kita berarti mengakhiri peradaban kita sendiri (kiamat)? Bagaimana jika Tuhan memberitahu kita tentang kiamat agar kita tidak mendekatinya? Bagaimana jika Tuhan memberitahu kita tentang kiamat agar kita tidak melakukan hal-hal yang bisa mengakibatkan kedatangannya? Bagaimana jika Tuhan memberitahu kita tentang kiamat justru supaya peradaban manusia bisa terus berlangsung? Supaya perseteruan antara doa dan nasib tetap terjadi di langit. Supaya proses pembuatan jiwa dan raga tetap berlangsung. Supaya kegiatan meniupkan ruh ke jabang bayi tetap berjalan. Supaya jadwal pencabutan nyawa tetap teratur. Supaya sesembahan dari bumi ke langit tetap ada. Supaya Tuhan tetap menampakkan kekuasaanNya di bumi. Supaya Tuhan tetap berperan sebagai Tuhan – sebagai satu-satunya sosok yang pantas dan patut disembah? Bukankah kalau kita mati dan masuk surga kita tidak perlu beribadah lagi, dan kalau kita masuk neraka kita tidak akan sempat menyembah Tuhan karena kita terlalu sibuk menerima hukuman?
Bagaimana jika Tuhan memberitahu kita tentang kiamat agar kita bisa mencegahnya? – Walaupun kiamat itu sendiri tidak berpengaruh bagiNya.
Selama ini kita memandang akhir zaman sebagai sebab. Akibatnya timbullah tanda-tanda kedatangan akhir zaman itu. “Kalau ada kiamat, maka akan ada tanda-tandanya.” – inilah maksud dari memandang akhir zaman sebagai sebab.
Cobalah memandang akhir zaman sebagai akibat, dan memandang tanda-tanda kedatangannya sebagai sebab. Kalau ada sebab berarti cepat atau lambat akan diikuti akibat. Kalau tidak ada sebab, tidak akan ada akibat. Kalau manusia membiarkan pemanasan global, membiarkan perempuan dominan, membiarkan kiblat di barat, maka akibatnya adalah kiamat. Kalau kiamat adalah akibat, mungkin kita bisa mencegah penyebabnya supaya akibatnya (kiamat) tidak terjadi.
source :
http://misteridunia.byethost10.com